EPISTEMOLOGI TASAWUF
A. PERAN HATI DALAM TASAWUF
Epistemologi sendiri disebut dengan teori pengetahuan (theory of knowledge). Secara etimologi, epistemologi berasal dan kata Yunani episteme yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti teori. Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula/sumber, struktur, metode dan syahnya (validitas) pengetahuan.[1]
Epistemologi merupakan cabang filsafat yang berbicara secara khusus mengenai sifat keaslian, struktur, metode dan validitas ilmu pengetahuan. Makna lain epistemologi ialah suatu ilmu yang secara khusus membahas dan mempersoalkan apa itu pengetahuan, dari mana pengetahuan itu diperoleh dan bagaimana cara memperolehnya.[2]
Masalah epistemologi para ahli filsafat mempunyai pandangan berbeda walaupun pada dasarnya memiliki kesamaan tujuan. Adapun pandangan para ahli tersebut bisa dicermati sebagaimana berikut:
1. Dagobert D. Runes, menyatakan epistemologi adalah cabang filsafatyang membahas sumber,struktur,metode-metode,danvaliditaspengetahuan.
2. Azyumardi Azra, mendefinisikan bahwa epistemologi adalah sebagaiilmu yang membahas tentang keaslian, pengertian, struktur, metodedan validitas ilmu pengetahuan.
3. Mudlor Achmad, epistemologi ialah bagian filsafat yang mempertanyakan, hakikat, unsur, macam,tumpuan,batas,dansasaranpengetahuan.
4. M. Arifin; epistemologi yaitu cabang filsafat yang mempertanyakanasal pengetahuan yang meliputi hakikat,sumber,dan validitas pengetahuan.
5. A.M. Saefuddin menyebutkan epistemologi mencakup pertanyaan yang harus dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan sampai di manakah batasannya, yang dapat diringkan menjadi dua masalah pokok, yaitu masalah sumber ilmu dan masalah kebenaran ilmu.[3]
Dalam tradisi intelektual islam, hati ditempatkan sebagai salah satu sarana meraih ilmu. Istilah hati disebut berulang kali dalam al-quran dan hadis, yang biasanya disebut dengan qalb, al-fu’ad, atau af’idah. Kata qalbun disebut sebanyak 6 kali, dan kata qulub disebut sebanyak 21 kali. Kata fu’ad disebut sebanyak 3 kali, kata fu’aduka disebut sebanyak 2 kali, kata af’idah disebut sebanyak 8 kali, dan kata af’idatuhum disebut sebanyak 3 kali, dan istilah bashirah yang berarti hati nurani disebut sebanyak 2 kali.[4]
Baca : Pengantar Informatika
Hati sebagai sarana untuk menemukan ilmu lebih banyak dibahas oleh kaum sufi dalam berbagai karya mereka. Al-ghazali telah membahas hakikat hati dalam ihya Ulum al-Din. Al-Ghazali, telah membahasa hakikat hati ( qalb ) bermakna ganda. Pertama, hati adalah “ daging yang diletakkan dalam dada sebelah kiri. Dalam daging tersebut terdapat lubang, dan dalam lubang tersebut terdapat darah berwarna hitam yang menjadi sumber ruh. Hati semacam itu juga terdapat pada jasad binatang”. Kedua, hati adalah “ sesuatu yang halus, bersifat ketuhanan ( rabbaniyah ), ruhani ( ruhaniyah ), dan memiliki kaitan dengan ruh. Hati ini merupakan hakikat manusia”. ketika manusia mengenal hatinya, maka ia mengenal dirinya, sehingga niscaya ia akan mengenal Allah Swt, dan mengenali sifat-sifat-Nya, serta mampu menyingkap segala sesuatu. Hati akan menyesal manakala menjadi kotor dan akan bahagia manakala menjadi suci dan dekat dengan-Nya.
Disebutkan bahwa ada delapan potensi hati, yakni hati itu bisa berpaling, merasa kecewa dan kesal, secara sengaja memutuskan untuk melakukan sesuatu, berprasangka, menolak sesuatu, mengingkari, dapat diuji, dapat ditudukkan, dapat diperluas dan dipersempit, bahkan bisa tertutup rapat. [5] Tasawuf erat kaitannya dengan hati karena hati merupakan objek kajian dari tasawuf itu sendiri. Hati memegang peranan penting bagi manusia. Karena baik dan buruknya manusia tergantung kepada apa yang ada didalam hatinya. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukan Rasulullah dalam salah satu hadisnya. “ ingatlah bahwa didalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh perbuatannya. Dan jika ia rusak, maka rusaklah seluruh perbuatannya. Ingatlah, ia adalah sebuah hati” ( H.R. Bukhari dan Muslim ). Nabi juga menjelaskan dalam hadisnya. “ Allah tidak melihat seseorang itu kepada jasad dan bentuknya tubuhnya, melainkan Allah melihat apa yang ada didalam hatinya. “ ( H.R. Bukhari ).
Menurut Al-Ghazali hati dapat meraih ilmu mengenai banyak hal manakala ia memiliki sifat-sifat rabbaniyah dan hikmah. Hati akan menjadi suci ketika dihiasi oleh sifat-sifat Ilahiah, cahaya iman ( sebagai dampak dari zikir dan ibadah ), dan hikmah, sehingga hati akan menjadi cermin yang bercahaya cemerlang, dan akhirnya hati akan meraih kasyf yang membuatnya dapat memeroleh kebenaran.[6]
Menurut al-Ghazali ada lima penyebab hati gagal meraih ilmu, yakni kekurangan hati ( yakni hati anak kecil ), hati menjadi kotor akibat mengikuti hawa nafsu sehingga selalu berbuat maksiat dan perbuatan keji, hati dipalingkan dari kebenaran karena tidak mau mencari kebenaran dan mengarahkan pikiran kepada hakikat ilahiah, terhijab karena banyak tauhid dan tunduk kepada prasangka dan kebodohan dalam mengetahui arah kebenaran penyelewengan ilmu dan tidak mengetahui manfaat pencarian ilmu. [7]
B. Tazkiyatun Nafs
Tazkiyah al-Nafs merupakan salah satu langkah untuk menuju kehidupan tasawuf sehingga dapat merasakan kedekatan kepada Allah Swt.
Tazkiyah al - Nafs menurut bahasa pembersihan jiwa, penyucian diri. Kata Tazkiyah berasal dari bahasa arab yakni masdar dari zakka. Tazkiyah al - nafs tidak akan diperoleh kecuali melalui tathir al - nafs sebelumnya. Kebalikan tazkiyah al - nafs adalah tadsiyah al - nafs. Kalau tazkiyah al - nafs mengangkat jiwa manusia ke tingkat yang lebih tinggi sebaliknya tadsiyah al - nafs menjatuhkan jiwa manusia ke tingkat yang rendah. [8]
Dalam bahasa arab term nafs digunakan untuk menyebut banyak hal seperti jiwa, roh, diri manusia, hakikat sesuatu, darah, saudara, kepunyaan, kegaiban, ukuran, jasad, kedekatan, zat, mata, kebesaran dan perhatian. Ensiklopedi Islam menyebut nafs itu sebagai organ rohani manusia yang memiliki pengaruh paling banyak dan paling besar di antara anggota rohani manusia lainnya, selain aqal, qalb dan ruh, yang mengeluarkan instruksi kepada anggota jasmani untuk melakukan suatu tindakan. [9]
Nafs cenderung diartikan sebagai jiwa yang dibedakan dari ruh, walaupun sama-sama sebagai organ rohani manusia. Namun demikian, ada juga pemikir Islam yang berpendapat bahwa antara roh dan jiwa tidak berbeda. Ibn Qayyim al-Jauziyah misalnya, mengatakan bahwa jiwa itu sama dengan roh. Disebut roh karena dengan ruh itu ada kehidupan badan seperti halnya angin (al-rih) yang mendatangkan kehidupan, dan dikatakan jiwa (nafs) boleh jadi, karena ia termasuk sesuatu yang berharga dan mulia (al-nafis), atau boleh jadi karena ia berhembus atau bernafas (tanaffus). Menurut Ibn Qayyim, perbedaan antara ruh dan jiwa hanya perbedaan dalam sifat bukan dalam dzat. [10] dengan demikian istilah Tazkiyah al-nafs bermakna mensucikan, menguatkan dan mengembangkan jiwa sesuai dengan potensa dalam diri seseorang yakni potensi iman, islam, dan ihsan kepada Allah Swt.
Para filosof mengartikan nafs dalam pengertian jiwa sebagai substansi yang berjenis khusus, yang dilawankan dengan substansi materi, sehingga manusia dipandang memiliki jiwa dan raga. Juga jiwa dapat diartikan sebagai jenis kemampuan, yakni semacam pelaku atau pengaruh dalam kegiatan9. Sedangkan di kalangan para sufi, nafs diartikan sebagai ego, diri atau jiwa sesuatu yang melahirkan sifat tercela, sehingga perjuangan spiritual (mujahadah) dilakukan untuk melawan berbagai kecenderungan jiwa rendah yang menjauhkan diri dari Allah, mengubah jiwa rendah menjadi jiwa lebih tinggi.[11]
Keabsahan tazkiyah al – nafs ( metode irfani ) di akui oleh oleh kitab suci umat islam . al – quran misalnya menegaskan bahwa para nabi dan rasul di utus untuk menyucikan jiwa manusia ( Q.s Ali Imran /3 : 164 ) Terms tazkiyah al – nafs di sebut al – quran sebanyak 25 kali dalam berbagi bentuk : zakiyyah, azka, yuzakki, yatazakki, atau zaki. Istilah tersebut dapat bermakna “tumbuh karena berkah dari tuhan, halal, sifat – sifat terpuji dan menyucikan. Adapun keutamaan tazkiyah al – nafs menurut al – quran bahwa pelakunya di sebut sebagai orang – orang beruntung ( Q.s al – Syams/ 91:9 dan Q. S al – A’la /87:14) dan orang tersebut di beri pahala serta keabadian surgawi (Q.s Thana/20:6) dengan demikian , metode irfani merupakan metode yang di kembangkan dari syariat – syariat wahyu, metode irfani merupakan metode yang di kembangkan dari isyarat – isyarat wahyu, metode para nabi dan rasul dan memberikan keberuntungan dunia dan akhirat kepada penggunanya. [12]
Metode irfani merupakan metode kaum sufi dalam islam yang mengandalkan aktivitas penyucian jiwa ( tazkiyah al-nafs) untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt., dan menilai bahwa ilmu hakiki hanya diraih dengan cara mendekatkan diri kepada sosok yang Maha Mengetahui ( al-Alim ), bukan dengan metode observasi dan eksperimen atau juga metode rasional.[13]
Mahzab tasawuf menurut al-Ghazali dapat diwujudkan secara sempurna hanya melalui ilmu ( ‘ilm ) dan amal (‘amal). Karya-karya para sufi menegaskan manusia terdiri atas badan dan jiwa ( qalb ). Baik badan maupun jiwa dapat menjadi sehat dan bahagia manakala kebutuhan keduanya dapat dipenuhi secara benar, dan menjadi sakit manakala kebutuhan keduanya tidak dipenuhi. Sebab itulah, para sufi mengajarkan tentang usaha pemenuhan kebutuhan jiwa demi menghidari kehancuran. [14]
Konsep Tazkiyah al-nafs menurut al-Ghazali secara umum didasarkan atas rub-rub yang terdapat dalam kitab ihya’ul ulumuddin yang terdiri dari: 1. Rub Ibadah 2. Rub al-adat 3. Rub al-akhlak yang terdiri dari akhlak al-muhlikat dan akhlak al-munjiyat.
Baca : Definisi Kompetensi
Rub al-ibadah yaitu bagian-bagian yang membahas tentang ibadah yaitu yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Allah SWT. Rub ini berbicara tentang keutamaan ilmu, aqidah, thaharah, rahasia sholat, puasa, haji dan zikir. Rub al-adah yaitu bagian-bagian yang membahas tentang hubungan manusia dengan lingkungannya. Rub ini berbicara tentang tata cara pergaulan, pernikahan, adab mencari penghidupan dan ketentan halal dan haram.
Rub al-muhlikat yaitu bagian-bagian yang membahas tentang hubungan manusia dengan dirinya sendiri, khususnya membahas tentang akhlak terrcela yang harus dihindari oleh setiap orang. Rub ini berbicara tentang penyakit jiwa seperti bahaya lidah, sifat dengki, marah, bakhil, dan bahaya akan kecintaan pada dunia.
Rub al-Munjiyat yaitu bagian-bagian yang membahas tentang hubungan manusia dengan dirinya, khususnya membahas tentang sifat-sifat terpuji yang harus dimiliki oleh setiap manusia. Dan rub ini menjadi obat bagi orang yang mengalami gangguan kejiwaan. Dalam pengertian tazkiyah al-nafs dalam kitab ihya’ul ulumuddin yang banyak membahas tentang tazkiyah itu sendiri yaitu kitab tentang ilmu, aqidah, thaharah dalam beribadah, serta kitab tentang keajaiban jiwa dan latihan kejiwaan dalam rub al-muhlikat.[15]
Dengan demikian tazkiyah al-nafs sendiri bertujuan sebagai upaya pembersihan atau penyucian diri, yaitu upaya memberiskan jiwa dimulai dari meninggalkan segala keburukan-keburukan yang pernah dilakukan dimasa lalu. Seseorang yang berusaha membersihkan jiwa nya dari perbuatan kotor, maka dia harus mengisi kekosongan jiwa nya dengan kebaikan-kebaikan kepada Allah Swt.
DAFTAR PUSTAKA
Ja’far.2016.Gerbang Tasawuf.Medan:Perdana Publishing
Masyhuri. 2012. Prinsip-prinsip Tazkiyah al-Nafs Dalam Islam dan Hubungannya Dengan Kesehatan Mental. Jurnal Pemikiran Islam. Vol. 37.No. 2
Norhidayat. 2017. Khazanah Jurnal Studi Islam dan Humaniora. Vol. XV. No.1
Fahrudin. 2016. Tasawuf Sebagai Upaya Pembersihan Hati Guna Mencapai Kedekatan Dengan Allah. Ta’lim. Vol.14. No. 1
Muchlis,Mohammad.2009.Tazkiyah al-Nafs Sebagai Ruh Rekontruksi Sistem Pendidikan Islam. Tadris. Vol.4. No.1
Isbat. 2012. Tazkiyahtun Nafs.
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta : Liberty, 1996), hlm. 17
Ryandi. 2014. Konsep Hati Menurut Al-Hakim al-Tirmidzi. Vol.12.No.1
Hariyanto,Selamet. 2017.Epistemologi Tasawuf Modern. Institut Agama Islam Negeri Surakarta.
Bakker,Anton dan Achmad Charris. 1990.Metodologi Penelitian Filsafat.Yogyakarta:Kanisius.
[1] Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta : Liberty, 1996), hlm. 17
[2] Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), hlm. 25.
[3] Ibid
[4] Ja’far. 2016. Gerbang Tasawuf. Medan: Perdana Publishing
[5] ibid
[6] Ibid hal 37
[7] Ibid hal 37-38
[8] Jurnal Pemikiran Islam; Vol. 37, No. 2 Juli-Desember 2012
[9] Khazanah jurnal studi islam dan humaniora, Vol XV No 1 hal 91
[10] ibid
[11] Ibid hal 92
[12] Ja’far. 2016. Gerbang Tasawuf. Medan: Perdana Publishing
[13] Ibid hal 40
[14] Ibid hal 42
[15] Jurnal Pemikiran Islam; Vol. 37, No. 2 Juli-Desember 2012
0 Response to "Epistemologi Tasawuf"
Post a Comment