Filsafat Pendidikan Konstruktivisme
PEDAHULUAN
A. Latar belakang
Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekan kan bahwa pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri. Pengetahuan bukan tiruan dari realitas, bukan juga gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan skema yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan tersebut. Konstruktivis memerupakan landasan berpikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan di ingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Dalam proses pendidikan, aliran konstruktivisme menghendaki agar peserta didik dapat menggunakan kemampuannya secara konstruktif untuk menyesuai kan diri dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peserta didik harus aktif mengembangkan pengetahuan sehingga peserta didik memiliki kreativitas untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, aliran ini lebih mengutamakan peran peserta didik dalam berinisiatif.
Baca : Minat dan Motivasi Belajar
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan konstruktivisme ?
2. Bagaiman konsep filsfat umum mengenai kostruktvisme ?
3. Bagaimana impikasinya dalam pendidikan ?
C. Tujuan
1. Mengetahui apa itu konrstuktivisme.
2. Mengetahui konsep filsafat umum mengenai kontruktivisme.
3. Mengetahui implikasi filsafat konstruktivisme dalam pendidikan
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat Konstruktivisme
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Konstruksi berarti Binaan, Bangunan, atau Bentukan. Sedangkan Isme adalah aliran. Konstruktiv berarti bersifat membina, memperbaiki, membangun atau membentuk. Dapat disimpulkan pengertian Konstruktivisme adalah aliran-aliran yang bersifat membangun, memperbaiki atau membentuk suatu kebenaran.
Konstruktivisme adalah sebuah pengetahuan yang dianggap benar apabila pengetahuan itu dapat berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomenayang tidak sesuai.
Filsafat konstruktivisme adalah sebuah aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi kita sendiri. Giambatista Vico seorang epistemolog dari Italia mengatakan mengenai konstruktivisme “..seseorang dapat dipandang mengetahui jika ia dapat menjelaskan unsur-unsur yang membangun sesuatu itu serta mengetahui bagaimana membuat sesuatu itu”. Dari hal tersebut sudah dapat di simpulkan mengenai pengertian Aliran Filsafat Konstruktivisme, sebagai aliran pemikiran yang menganggap bahwa pengetahuan itu berasal dari aktifnya pemikiran seorang individu dalam konstruksi atau bentukan diri sendiri.
B. Filsafat Konstruktivisme
Para penganut faham ini meyakini bahwa panca indra lah satu-satunya alat, sarana, atau media yang tersedia bagi seorang individu untuk mengetahui segala sesuatu. Seseorang berinteraksi dengan lingkungannya dengan cara melihat, mendengar, mencium, dan merasa untuk membangun gambaran dunianya, untuk membangun membentuk suatu pengetahuan dan kebenaran. Simpulnya konstruktivisme mengajarkan hakikat kebenaran itu ialah apa-apa yang dibangun indra kita. Manusia adalah obyek yang menjadi subyek dalam realitas alam semesta.
· Konsep Filsafat Umum
1. Metafisika
Hakikat Realitas : menurut pemahaman konstruktivisme, bahwa manusia tidak dapat pernah mengerti realitas sesungguhnya secara ontologis (hakikat keberadaan). Kita hanya dapat mengerti mengenai struktur konstruksi dari suatu obyek. Bentukan atau konstruksi itu harus berjalan dan tidak harus selalu merupakan representasi dunia nyata. Mengenai hal ini Vico meyakini bahwa hanya Tuhan-lah yang dapat mengerti alam raya ini, sebab hanya dia yang tau bagaimana membuatnya. Sedangkan manusia hanya mengerti apa yang di konstruksikannya. Konstruktivisme tidak bertujuan untuk kita dapat mengerti mnegenai realitas secara ontologis, tetapi lebih melihat pada bagaimana kita menjadi tahu akan sesuatu. Pengetahuan selalu merupakan konstruksi dari seseorang yang mengetahui, maka hal itu tidak dapat di berikan atau di ajarkan kepada individu nyang pasif, seorang individu yang menerima informasi haruslah membangun kembali apa yang ia dapat, lingkungan atau obyek lainnya hanya sebuah sarana untuk terjadinya sebuah konstruksi.
Dalam realitasnya, konstruktivisme menolak prinsip independensi atau prinsip berdiri sendiri dan obyektivitas dari filsafat Realisme atau Empirisme,yang menyatakan bahwa realitas berdiri sendiri, tidak tergantung atau bersandar pada pikiran, jiwa, spirit, maupun roh. Keberadaan realitas berdiri sendiri terlepas dari subyek pengamat,namun terbuka untuk dapat diketahui melalui pengalaman empiris.
Konstruktivisme pun menolak pandangan dari filsafat Idealisme yang mengungkapkan bahwa realitas yanghakiki bersifat ideal/spiritual. Realitas dalam Idealisme diturunkan dari substansi fundamental yang bersifat non-material. Benda-benda yang bersifat material yang tampak nyata sesungguhnya di ciptakan dari pikiran/jiwa/roh. Sedangkan dalam konsep konstruktivisme realitas itu tiada lain adalah fenomena sejauh dari apa yang difahami oleh orang yang menangkapnya.
Dalam konstruktivisme bentuk kenyataan bergantung pada kerangka bentukan yang dibuat individu dan dari interaksi pengamatan individu dengan obyek yang ia amati. Demikian para ahli konstruktivisme tidak bertujuan untuk mengerti realitas, tetapi lebih melihat bagaimana individu atau manusia menjadi tahu akan suatu hal.
Manusia : Dalam pandangan konstruktivisme, manusia dipandang bukan sebagai tabula rasa, tetapi manusia dituntut untuk aktif membangun pengetahuannya sendiri. Manusia dalam konstruktivisme dipandang sebagai obyek yang menjadi subyek dimana hanya Tuhan-lah yang tahu akan makna realitas, dan manusia hanya mengetahui sesuatu yang dikonstruksikan oleh dirinya. Giambatista Vico mengatakan dalam karyanya Antiquissima Itolarum Sapienta. Ia mengatakan “..Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan.” Tuhan sebagai subyek utama kemudian menciptakan alam semesta beserta isinya dan menciptakan manusia, dan kemudian manusia menjadi subyek dari apa-apa yang Tuhan ciptakan. Mengkonstruksi, membangun dan membina obyek dengan sarana indera nya yang menjadi sebuah pengetahuan.
2. Epistemologi dan Aksiologi
Giambatista Vico seorang epistemolog asal Italia yang juga tokoh dari cikal bakal terbentuknya pemahaman mengenai konstruktivisme, atau dapat di katakana sebagai filusuf konstruktivisme menyatakan bahwa sumber pengetahuan berasal dari luar, atau apa-apa yang tergelar di alam semesta yang kemudian di konstruksikan dari dalam diri individu melalui panca inderanya. Dilihat dari beberapa penjabarannya konstruktivisme memuat beberapa filsafat lain, dalam pernyataan bahwa sumber pengetahuan berasal dari luar hal ini seperti mengutip dari faham realisme. Realisme meyakini pengetahuan yang didapat berasal dari hal-hal yang nyata diluar sana, bukan berasal dari pemikiran manusia. Selain realisme, konstruktivisme pun memuat filsafat idealisme yang menyatakan bahwa sumber pengetahuan diperoleh dari proses berfikir manusia. Hal ini sesuai dengan penjabaran konstruktivisme yang meyakini bahwa penetahuan itu dibangun, dikonstruksikan oleh diri individu itu sendiri. Dapat disimpulkan bahwa filsafat konstruktivisme adalah muatan dari filsafat realisme dan idealisme.
Bagi para penganut kepercayaan konstruktivisme pengetahuan itu bukanlah sekedar potret kenyataan dunia semata, tetapi pengetahuan adalah hasil dari konstruksi atau bentukan melalui kegiatan subyek. Dimana subyek itu adalah manusia itu sendiri. Pengetahuan yang dibentuk ini selalu merupakan konsekuensi dari konstruksi kognitif mengenai kenyataan melalui kegiatan seseorang.
Kebenaran pengetahuan dalam konstruktivisme diganti dengan viability. Yang dengan viabilitas ini, konstruktivisme hanya mementingkan berlakunya suatu konsep, maka pengetahuan manusia ada tingkatannya, diantaranya ada pengetahuan yang berlaku untuk banyak persoalan dan pengetahuan yang hanya cocok untuk beberapa persoalan saja. Dari kebenaran ini pengetahuan memiliki sifat-sifat, bersifat subyektif karena pengetahuan konstruktivisme menunjuk pada pengalaman dan pemikiran seseorang akan dunia, daripada dunia itu sendiri. Pengetahuan itu tidak dapat ditransfer kepada individu lain dengan mudah dapat dicerna oleh yang menerima pengetahuan itu. Pengetahuan dalam konteks konstruktivisme bukan barang yang sekaligus terbentuk, bukan sebuah determenistik, melainkan sebuah proses yang terus berkembang secara kontinyu dan karena itu pengetahuan bersifat relatif. Sehingga menghasilkan sebuah nilai yang bersifat relatif juga bagi penganut konstruktivisme.
Baca : Memotivasi Peserta Didik Dalam Pembelajaran
C. Implikasi terhadap Pendidikan
Konstruktivisme dikenal dalam dunia pembelajaran dengan tokohnya yaitu Jean Piaget (1896-1980) dan Lev Vygotsky (1896-1934) piaget mengembangkan teori mengenai perkembangan anak dan kaitannya sebagai belajar. Terdapat dua proses utama yaitu proses asimilasi dan akomodasi yang terjadi ketika individu menggunakan kedua proses tersebut untuk membangun pengetahuan dan pemahamnnya. Dalam tujuan pendidikan nasional yaitu untuk membantu generasi muda Indonesia menjadi manusia yang utuh, menjadi manusia yang sesungguhnya, yang pandai secara kognitif, bermoral sesuai landasan Negara, berbudi luhur, beriman, peka terhadap orang lain, dan yang lainnya.
Penetahuan menurut filsafat konstruktivisme berbeda dengan filsafat klasik, bahwa pengetahuan itu adalah bentukan para peserta didik sendiri. Pendidikan yang di istilahkan oleh konstruktivisme adalah kegiatan mengajar, tetapi bukan mengajar dalam arti mentransfer pengetahuan dari seorang guru kepada murid, mengadar dalam artian konstruktivisme lebih kepada kegiatan untuk siswa/peserta didik membangun dan membentuk pengetahuannya sendiri.
Mengajar yang berarti berpartisipasi dengan pelajar dalam pengkonstruksian sebuah pengetahuan. Membuat makna, bersikap kritis, dan mempertanyakan pengetahuan, juga mengambil keputusan dari pengetahuan tersebut, atau justufikasi. Menurut Von Glasersfeld, mengajar dalam konteks ini adalah membantu seorang individu berpikir secara benar, dengan membiarkan dia berpikir sendiri.
Teori konstruktivisme merupakan suatu proses pembelajaran yang mengkondisikan peserta didik untuk melakukan proses aktif dalam membangun konsep, pengertian, dan pengetahuan baru berdasarkan data yang diperoleh oleh inderanya. Para tenaga pengajar harus dapat merancang proses pembelajaran dan di kelola sedemikian rupa sehingga mampu mendorong para peserta didik untuk mengorganisasi pengalamannya sendiri menjadi pengetahuan yang bermakna. Para tenaga pengajar setidaknya menyediakan sarana dan prasarana, juga situasi yang memungkinkan terjadinya sebuah dialog secara kritis perlu dikembangkan.
1. Tujuan Pendidikan Aliran Konstruktivisme
Menurut faham konstruktivisme, pengetahuan diperoleh melalui proses aktif individu mengkonstruksi arti dari sebuah teks, ucapan, dialog dan yang lainnya melalui asimilasi pengalaman baru dengan pengertian atau pemikiran yang dimiliki seseorang. Tujuan pendidikan konstruktivisme lebih menekankan pada berkembangnya konsep dan pengetahuan yang mendalam sebagai konstruksi aktif dari peserta didik. Tujuan filsafat pendidikan memberikan inspirasi bagaimana mengorganisasikan proses pembelajaran yang ideal.
Teori pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran tentang kebijakan dan prinsip yang didasari oleh filsafat pendidikan. Praktik pendidikan atau mekanisme pendidikan menerapkan serangkaian kegiatan berupa implementasi kurikulum dan interaksi antara pendidik dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori pendidikan.
2. Kurikulum pemdidikan menurut aliran konstruktivisme
Kaum Konstruktivis berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk dalam diri individu atas dasar struktur kognitif yang telah dimiliki oleh tiap individu. Hal ini berimplikasipada proses belajar yang menekankan aktivitas personal peserta didik. Atas dasar pemahamannya, pendidik dituntut untuk merancang pengalaman belajar dan merangsang struktur kognitif anak didiknya untuk dapat berfikir, dan berinteraksimembangun pengetahuan yang baru. Driver dan Oldham (Matthews, 1994) menyatakan, bahwa perencanaandalam pembuatan kurikulum yang beraliran filsafat konstruktivisme tidak dapat dibuat dengan begitu saja,tidak dengan mengambil kurikulum standar yang menekankan siswa pasif dan guru aktif, sebagai cara mentransfer pengetahuan dari guru kepada murid. Dalam hal ini pendidik bukanlah seorang yang maha tahu, dan peserta didik adalah yang belum tahu, yang menekankan pendidik untuk memebri tahu. Dalam kurikulum bukanlah sebagai tubuh pengetahuan atau kumpulan keterampilan mengajar, tetapi lebih kepada program aktivitas dimana keterampilan dan pengetahuan dapat dikonstruksikan. Dalam banyak hal pendidik dan peserta didik bersama-sama membangun pengetahuan. Dalam hal ini hubungan diantara keduanya lebih sebagai mitra yang bekerja sama membangun sebuah pengeteahuan.
3. Metode Pendidikan Konstruktivisme
Menurut Paul Suparno (1997), setiap pelajar memiliki caranya masing-masing dalam memahami sebuah pengetahuan,. Karenanya mereka memerlukan cara belajar yang tepat untuk dirinya masing-masing. Kalam konteks ini tidak ada metode belajar yang tepat, satu metode belajar saja tidak akan cukup membantu peserta didik. Sehingga disinilah peran pendidik dibutuhkan, para pendidik ini menjadi kolega peserta didik dalam membangun dan mencari tahu cara metode apa yang cocok untuk peserta didik dapat membangun pengetahuannya. Kelompok belajar pun dapat dikembangkan, mengingat pengetahuan itu dibentuk baik secara individual,maupun sosial.
4. Peranan Pendidik dan Peserta didik
Pendidikan sangat berperan penting dalam keseluruhan hidup manusia. Pendidikan merupakan interaksi antara pendidik dan peserta didik, untuk memenuhi tujuan pendidikan. Dalam interaksi tersebut terdapat isi yang di interakasikan oleh keduanya, dan proses bagaimana interaksi tersebut dilaksanakan.
Penerapan dalam proses pendidikan aliran konstruktivisme ini memberikan keleluasaan pada peserta didik untuk aktif dalam proses pembuatan pengetahuan yang bermakna sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki masing-masing peserta didik.
Suparno (1997:16) menyatakan bahwa peran pendidik dalam aliran konstruktivisme adalah sebagai fasilitator dan mediator yang memiliki tugas membantu dan mendorong peserta didik dalam pembentukan suatu pengetahuan. Selain itu pendidik juga wajib untuk mengevaluasi hasil dari proses pembangunan pengetahuan yang di lakukan oleh peserta didik. Mengevaluasi hasil dari gagasan yang dibentuk oleh peserta didik, apakah gagasannya sesuain dengan apa yang menjadi tujuan pendidikan ataukah tidak. Dari beberapa penjabaran di atas, kita dapat menyimpulkan beberapa kriteria tugas ideal sebagai pendidik dalam aliran konstruktivisme, diantaranya :
a. Berperan sebagai fasilitator pendidik haruslah dapat menerima inisiatif yang di ungkapkan oleh peserta didik untuk membantu proses pengetahuan.
b. Sebagai kolega dari peserta didik, pendidik dapat merangsang peserta didik dalam proses dialog/interaksi untuk dapat mengukur sampai mana batas berpikir peserta didik tersebut.
c. Jika tadi pendidik harus dapat merangsang untuk peserta didik dapat terlibat dalam interaksi, dalam hal ini pendidik harus bisa melibatkan atau membawa siswa pada pengalaman atau pemikiran yang mungkin sebelumnya bertentangan dengan hipotesa awal yang di pahaminya.
d. Untuk dapat membuat peserta didik aktiv dalam pembentukan pengetahuan itu, sebagai pendidik setidaknya harus dfapat memberi stimulus yang dapat merangsang mereka mengekspresikan gagasan yang mereka miliki.
e. Dalam pemberian stimulus atau rangsangan tersebut, pendidik dituntut untuk dapat memahami dan menguasai materi ajar yang akan disamapaikan kepada peserta didik. Penguasaan dan wawasan luas akan dapat memungkinkan pendidik dapat menerima gagasan berbeda yang di tujukan oleh peserta didik. Menuntun peserta didik agar pengetahuan atau gagasan yang sisampaikannya sesuai dengan kaidah dan tujuan pendidikan yang semestinya.
f. Dan yang terakhir, pendidik harus dapat memonitor dan mengevaluasi mengenai pemikiran dan gagasan dari peserta didik itu. Apakah pemikirannya berjalan, atau hanya pasrah menerima alasan atau transfusi pengetahuan dari pendidik. Pendidik mampu membantu mengevaluasi hipotesa dan kesimpulan yang dibuat oleh peserta didik.
Baca : Peranan Kreativitas Dalam Belajar
Setelah tadi pembahasan mengenai peranan pendidik, disini kita akan dibawa mengenai peranan peserta didik menurut aliran konstruktivisme. Dalam pemahaman konstruktivisme peserta didik adalah subyek dalam pendidikan. Dia harus mampu menciptakan dan membentuk pengetahuan mereka sendiri melalui interkasi dengan dunia. Konstruktivisme tidak memposisikan seorang peserta didik itu sebuah wadah kosong yang pendidik terus mengisinya hingga penuh seeprti dalam filsafat pendidikan klasik. Disini peserta didik diberi kebebasan penuh untuk membangun kepercayaan dan pengetahuan mereka sendiri, dengan di monitor oleh pendidik. Mereka bertanggung jawab atas apa yang mereka sampaikan, atau hasil dari apa yang ia pelajari. Konstruktivisme dalam pembelajaran memiliki ciri-ciri tersendiri, berikut pemaparannya.
a. Yang pertama yaitu mengenai aktifnya peserta didik dalam membina pengetahuan yang berdasarkan pada pengalaman-pengalaman yang sudah ada. Berbekalkan pengalaman, siswa mencari tahu lebih lanjut pengenai makna, pengertian, dan hal-hal apa saja yang termuat adalam pengalaman tersebut.
b. Peserta didik membangun dan membina pengetahuan dengan sendirinya, tidak seperti panci kosong yang diisi air. Tidak dengan pendidik yang teru menerus menuangkan pemikirannya kepada peserta didik.
c. Proses dari pembinaan pengetahuan pada peserta didik ini, saling mempengaruhi dari pengalaman terdahulu dengan kenyataan yang sekarang. Erat kaitannya hal tersebut karena berkembangnya proses berpikir peserta didik, yang semakin maju menuntut pada idealisnya sebuah pendidikan.
d. Selain proses pembinaan, pembandingan informasi baru dengan pengalaman yang telah lalu menjadi sebuah bahan diskusi yang dapat membuka lebih luas wawasan yang dimiliki peserta didik.
e. Ketidak sama rataan dalam berfikir, atau perbedaan pendapat adalah salah satu dari motovasi belajar yang utama dalam pembangunan pengetahuan.
f. Pendidik membuat bahan pengajaran yang dikaitkan dengan pengalaman untuk menarik miant dan bakat dalam pembelajarannya.
Pengetahuan yang dimaksudkan oleh konstruktivisme adalah konteks berfikir yang mendasar untuk membangun sebuah bangunan pengetahuan yang kokoh yang dapat di terapkan dalam pengetahuan selanjutnya.
PENUTUP
A. Simpulan
Konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil dari konstruksi manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui proses interaksi yang dilakukannya dengan dunia. Dalam aliran konstruktivisme pengetahuan akan dianggap benar apabila pengetahuan tersebut dapat berguna dalam penghadapi pemecahan masalah/persoalan. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja seperti menumpahkan air dalam panci kosong. Tetapi pengetahuan yang dimaksud didalam konstruktivisme adalah sebuah bentukan yang diciptakan oleh individu dalam pencapaian pengetahuan.
Baca : Masa Keemasan Bani Umayyah dan Bani Abbasiah
Inti dari aliran konstruktivisme dalam pendidikan adalah memberikan penekanan untuk aktiv bertanggung jawab dalam hasil belajarnyna. Dengan demikian peserta didik dapat menjadi lebih mampu dan kreatif sehingga dapat berdiri sendir, mandiri dalam kehidupan kognitif mereka. Peserta didik yang aktif dan kreatif akan terbantu menjadi orang yang kritis dalam menganalitis sesuatu permasalahan, sebab mereka akan selalu berfikir tak hanya mampu menerima masukan dari pendidik saja.
Syaripudin Tatang dan Kurniasih, (2015), Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: Percikan Ilmu
Suparno, (1997, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Filsafat
Nadhira, A.N, “Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan”, 25 Februari 2014, http://nadianadhirah.wordpress.com/2014/02/25/filsafat-konstruktivisme-dalam-pendidkan/
Inti dari aliran konstruktivisme dalam pendidikan adalah memberikan penekanan untuk aktiv bertanggung jawab dalam hasil belajarnyna. Dengan demikian peserta didik dapat menjadi lebih mampu dan kreatif sehingga dapat berdiri sendir, mandiri dalam kehidupan kognitif mereka. Peserta didik yang aktif dan kreatif akan terbantu menjadi orang yang kritis dalam menganalitis sesuatu permasalahan, sebab mereka akan selalu berfikir tak hanya mampu menerima masukan dari pendidik saja.
DAFTAR PUSTAKA
Syaripudin Tatang dan Kurniasih, (2015), Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: Percikan Ilmu
Suparno, (1997, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Filsafat
Nadhira, A.N, “Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan”, 25 Februari 2014, http://nadianadhirah.wordpress.com/2014/02/25/filsafat-konstruktivisme-dalam-pendidkan/
0 Response to "Filsafat Pendidikan Konstruktivisme"
Post a Comment