SEJARAH PERADABAN ISLAM
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nilai – nilai islam dapat ditemukan ditengah-tengah non-muslim, dan sebaliknya nilai-nilai non-muslim banyak di temukan pada masyarakat Islam.
Dalam perkembangan dan tuntunan zama yang semakin lama dikuasai oleh non-muslim alangkah baiknya sebagai negara yang menghormati peradaban dan sejarah khususnya muslim ditekankan mengetahua sejarah-sejarah nenek moyang yang sudah mendahuluinyanya sebagi bahan renungan dan pembelajaran.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah berdirinya Bani Umayyah?
2. Siapa sajakah Khalifah-khalifah Bani Umayyah?
3. Bagaimana masa kemajuan Bani Umayyah?
4. Bagaimana masa kemunduran bani Umayyah?
PEMBAHASAN
1. SEJARAH BANI UMAYYAH
Di ujung masa pemerintah Ali bin Abi Thalib, umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Syiah, Muawiyyah, dan Khawarij. Keadaan ini tentunya tidak menguntungkan bagi Ali, Akibatnya poisis Ali semakin lemah, sementara posisi Muawiyyah semakin kuat. Dan pada tahun 40 H (660 M) Ali terbunuh oleh salah satu anggota Khawarij.[1]
Setelah Ali bin Abi Thalib meninggal, kedudukannya sebagai Khalifah dijabat oleh anaknya, Hasan. Namun karena penduduk Kuffah tidak mendukungnya, seperti sikap mereka terhadap ayahnya, maka Hasan semakin lemah, sementara Muawiyyah semakin kuat. Maka Hasan mengadakan perjanjian damai dengan Muawiyyah dengan menanggalkan jabatan Khilafah untuk Muawiyyah pada tahun 41 H (661 M), agar tidak terjadi pertumpahan darah yang sia-sia. Perjanjian tersebut dapat mempersatukan umat Islam dalam satu kepemimpinan politik, yakni di bawah kepemimpinan Muawiyyah bin Aby Sufyan.[2]
Tahun tersebut dalam sejarah dikenal sebagai tahun ‘Al-Jama’ah’ (tahun persatuan), sebagai tanda bahwa umat Islam telah menyepakati secara aklamasi mempunyai hanya satu orang khalifah. Disisi lain penyerahan tersebut menjadikan Muawiyyah sebagai penguasa absolut dalam Islam.
Dengan demikian berakhirlah apa yang disebut dengan masa khulafarrasyidin yang bersifat demokratis, dan dimulailah kekuasaan Bani Umayyah dalam sejarah politik Islam yang bersifat keturunan.
A. BANI UMAYYAH DI MASA PRA-ISLAM DAN MASA RASULULLAH SAW
Dimasa pra-Islam, sebagai suku Quraisy, Bani Umayyah dan Bani Hasyim selalu bersaing untuk menduduki kursi kepemimpinan. Bani Umayyah lebih berperan dalam bidang pemerintahan dan perdagangan, dengan demikian mereka lebih banyak menguasai bidan perekonomian dibanding Bani Hasyim, sementara Bani Hasyim adalah orang-orang berekonomi sederhana, akan tetapi kebanggaan Bani Hasyim adalah bahwa rasulullah terakhir yang diutus Allah Swt. Yaitu dari keturunan mereka yakni Muhammad bin Abdillah bin Abdul al-Muthalib. Ketika agama islam mulai berkembang dan mendapatkan pengikut, Bani Umayyah merasa bahwa kekuasaan dan perekonmiannya terancam, dengam demikian Bani Umayyah menjadi penentang utama terhadap perjuangan Muhammad Saw (Bani Hasyim). Abu Sufyan bin Harf adalah salah seorang keturunan Umayyah yang seringkali menjadi jendral dalam beberapa peperangan melawan pihak Bani Hasyim. Setelah Islam menjadi kuat dan dapat merebut Makkah, pihak Abu Sufyan menyerah diantara mereka adalah Muawiyyah bin Abi Sufyan yang kemudian memeluk Islam sebagaimana penduduk Makkah lainnya.[3]
B. PEMBENTUKAN DINASTI UMAYYAH
Setelah Khalifah Ali bin Abi Thalib wafat, Muawiyyah bin Abu Sufyan, dengan mudah memperolah pengakuan dari umat Islam sebagagi khalifah kelima pada tahun 41 H/661 M, selanjutnnya ia membentuk Dinasti Bani Umayyah (41-133H/661-750 M).[4]
Dinasti Bani Umayyah berlangsung kurang lebih 90 tahun. Ibu kota Negara dipindahkan oleh Muawiyyah dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa sebagai gubernur sebelumnya.
Nama Dinasti Bani Umayyah dinisbatkan kepada Umayyah bin Abd Syams bin Abdu Manaf. Ia adalah seorang tokoh penting di tengah Quraisy pada masa jahiliyyah. Ia dan pamannya Hasyim bin Abdu Manaf selalu bertarung dalam memperebutkan kekuasaan dan kedudukan.
2. KHALIFAH-KHALIFAH BANI UMAYYAH
Para sejarawan umumnya sependapat bahwa khalifah terbesar dari daulah Umayyah ialah Muawiyyah, Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz, al-Walid, dan Hisyam bin Abdul Malik.[5] Masa kekuasaan dinasti Umayyah hampir berlangsung satu abad, tepatnya selama 90 tahun, dengan 14 orang khalifah. Adapun urutan khalifah Bani Umayyah adalah sebagai berikut:
1. Muawiyyah bin Abi Sufyan (41-60 H/661-679 M)
Muawiyyah bin Abi Sufyan adalah bapak pendiri dari Dinasti Bani Umayyah dialah seorang tokoh pembangunan yang besar dalam dinasti ini. Muawiyyah mendapatkan kursi kekuasaan setelah Hasan bin Ali bin Abi Thalib berdamai dengannya pada tahun 4 H, sehingga tahun itu dinamakan tahun ‘Ammul Jama’ah’ (tahun persatuan). Muawiyyah dibaiat oleh umat Islam di Kuffah. Diantara jasa – jasa Muawiyyah ialah :
1) Mendirikan Kantor Cap (Percetakan Mata Uang)[6]
2) Menarik pasukan pengepung konstantinopel[7]
3) Mendirikan Departemen Pencatatan (Diwanul Khatam)[8]
4) Mendirikan Pelayanan Pos (Diwanul Barid).
Muawiyyah wafat pada tahun 60 H di Damaskus karena sakit dan di gantikan oleh anaknya yang bernama Yazid.
2. Yazid bin Muawiyyah (60-64 H/679-683 M)
Yazid tidak sekuat ayahnya dalam memerintah, banyak tantangan yang dihadapinya, antara lain ialah membereskan pemberontakan kaum syi’ah yang telah membaiat Husain sepeninggal Muawiyyah. Terjadi perang di Karbala yang menyebabkan terbunuhnya Husain. Yazid menghadapi para pemberontak di Makkah dan Madinah dengan keras. Dinding ka’bah runtuh dikarenakan terkena lemparan manjaniq, peristiwa tersebut merupakan aib besar terhadap masanya. Yazid wafat pada tahun 64 H setelah memerintah 4 tahun dan digantikan oleh anaknya, yaitu Muawiyyah.
3. Muawiyyah bin Yazid (64 H/683 M)
Muawiyyah bin Yazid merupakan putra Yazid bin Muawiyyah, dan ia menggantikan kepemimpinan sepeninggal ayahnya. Ia hanya memerintahkan kurang lebih 40 hari, dan meletakkan jabatan sebagai khalifah 3 bulan sebelum wafatnya. Ia mengalami tekanan jiwa berat karena tidak sanggup memikul tanggung jawab jabatan khalifah yang sangat besar tersebut. Dengan wafatnya, maka habislah keturunan Muawiyyah dalam melenggangkan kekuasaan dan berganti ke Bani Marwan.
4. Marwan bin Hakam (64-65 H/683-684 M)
Marwan bin Hakam adalah seorang gubernur madinah di masa Muawiyyah dan penasihat Yazid di Damaskus di masa pemerintahan putra pendiri daulah Umayyah itu. Ia diangkat menjadi khalifah karena dianggap orang yang dapat mengendalikan kekuasaan karena pengalamannya. Ia dapat menghadapi kesulitan satu demi satu dan dapat mengalahkan kabilah ad-Dahak bin Qais, kemudian menduduki mesir. Marwan menundukan Palestina, Hijaz, dan Irak. Namun ia cepat pergi hanya memerintah 1 tahun saja, ia wafat pada tahun 65 H dan menunjuk anaknya Abdul Malik dan Abdul Aziz sebagai pengganti sepeninggalannya secara berurutan.[9]
5. Khalifah Abdul malik bin marwan (65-86H/684-705M)
Ia merupakan orang terbesar di deretan para khalifah bani umayah sehingga beliau di sebut sebut sebagai “pendiri kedua” bagi kedaulatan umayyah. Ia di kenal sebagai sebagai khalifah yang dalam ilmu agamanya, terutama di bidang fiqih. Dan ia pun juga telah berhasil mengembalikan sepenuhnya integritas wilayah dan wibawa kekuasan keluarga umayyah dari segala pengacau negara, yang merajalela di masa sebelumnya . dengan dapat di tundukannya gerakan sparitis abdullah bin zubair di hijaz,
Pemberontakan kaum syiah dan khawarij, aksi teror al mukhtar bin ubaid as saqafi di kuffah ,pemberontakan mus’ab bin zubair di irak, serta romawi yang menggoncangkan sendi sendi pemerintahan umayyah , khalifah abdul malik bin marwan memerintah selama 21 tahun . dan khalifah abdul malik bin marwan wafat 86 H dan di ganti oleh putranya Al-walid
6. Al walid bin Abdul Malik (86-96H/705-714M)
Setelah wafatnya abdul malik bin marwan, pemerintahan di pimpin oleh Al walid bin abdul malik, masa masa kekuasaannya. Kekuasaan islam melangkah ke spanyol di bawah kepemimpinan pasukan thoriq bin ziyad ketika afrika utara di pegang oleh gubernur nusa bin nusair. Karena kekayaan yang melimpah ia membangun gedung gedung , pabrik pabrik , jalan jalan dengan sumur. Dan begitu pula ia membangun masjid Al amawi di damaskus, membangun masjid Al aqsa di yerussalem, serta memperluas masjid nabawi di madinah, dan juga ia memberikan santunan kepada yatim piatu ,fakir miskin,dan penderita cacat. Dan juga ia membangun rumah sakit untuk penderita kusta di damaskus. Dan khalifah Al walid wafat pada tahun 96 H dan di gantikan oleh adiknya, sulaiman.
7. Sulaiman bin Abdul Malik (96-99H/714-717M)
Ia tidak sebijak kakanya, ia kurang bijaksana, suka harta sebagaimana ketika menginginkan harta rampasan perang (ghanimah) dari spanyol yang di bawa oleh nusa bin nusair.
Khalifah sulaiman bin abdul malik ia di benci rakyat , karena tabiatnya itu yang kurang bijaksana, para pejabatnya terpecah belah dan begitu pula masyarakatnya. Orang orang yang berjasa di masa para pendahulunya di siksanya, seperti keluarga hajjaj bin yusuf dan muhammad bin qasim yang menundukan india.[10] Ia meninggal pada tahun 99 H dan menunjuk umar bin abdul aziz sebagai penggantinya.
8. Umar bin Abdul Aziz (99-101H/717-719M)
Umar bin Abdul Aziz juga di sebut sebut sebagai khalifah ketiga yang besar dalam dinasti bani umayyah ia seorang yang takwa ,bersih serta adil. Dia banyak menghabiskan waktunya di madinah di masa itu ia menjadi gubernur pada masa al-walid, untuk mendalami ilmu agama islam,khususnya hadist, sebelumnya ia sebagai pejabat yang kaya akan ilmu dan harta, namun ketika ia menjadi khalifah ia berubah menjadi orang yang zahid, sederhana, bekerja keras, dan berjuang hingga akhir hayatnya.[11] ia bahkan mengembalikan semua harta berupa tanah dan perhiasan istrinya ke baitul mal. Umar wafat pada usia 39 tahun setelah berkuasa selama 2 tahun, dan jasadnya di makamkan di dair siomon deket hims.[12]
9. Yazid bin Abdul Malik (101-105 H/719-723M)
Pada masa pemerintahannya timbul lagi perselisihan antara mudariyah dan yamaniyah, kaum khawarij kembali menentang pemerintah karena mereka menganggap yazid kurang adil dalam memimpin . sikap kepemimpinannya sangat bertolak kepada kepemimpinan umar bin abdul aziz, ia lebih menyukai berfoya foya sehingga di anggap tidak serius dalam kepemimpinannya. Pemerintah yang singkat itu mempercepat proses kemunduran bani umayyah . kemudian diganti oleh khalifah hisyam bin abdul malik.
10. Hisyam bin Abdul Malik (105-105 H/723-745M)
Setelah kematian saudaranya yazid , hisyam menjadi naik tahta. Pada saat ia naik tahta. Pada kepemimpinannya terjadi perselisihan antara bani umayah dan bani hasyim. Pemerintahannya yang lunak dan jujur, banyak jasanya dalam pemulihan keamanan dan kemakmuran, tetapi semua kebijakannya tidak dapat membayar kesalahan kesalahan para pendahulunya inilah yang semakin memperlicin kemerosotan bani umayyah. Dan juga ia wafat pada tahun 132 H /750 M . terbunuh di mesir oleh pasukan bani abbasiyah .
11. Al Walid bin Yazid (125-126H/742-743M)
Walid di lukiskan oleh para punilis arab sebagai orang yang tidak bermoral, pemabuk, dan pelanggar. Pada awalnya ia menunjukkan kebaikan kebaikan kepada fakir miskin dan orang orang lemah. Namun semua itu di gugurkan dengan sifatnya yang pendendam itu , serta jahat kepada sanak keluarganya. Sikapnya ini semakin membuat meresot bani umayah.
12. Yazid bin Walid bin Abdul Malik (126 H /743 M)
13. Ibrahim bin Walid bin Abdul Malik (126-127H/743-744M)
14. Marwan bin Muhammad (127-132H/744-750M)
3. MASA KEMAJUAN BANI UMAYYAH
Kemajuan pada masa Muawiyyah
Semenjak berkuasa, Muawiyyah mulai mengubah koalisi kesukuan Arab menjadi sebuah sentralisasi monarkis. Ia memperkuat barisan militer dan memperluas kekuasan administratif negara dan merancang alasan-alasan moral dan politis yang baru demi kesetiaan terhadap khalifah.
Pemerintah muawiyyah ditandai dengan upaya sentralisasi kekuasaan negara, bahkan pemerintahannya didasarkan pada jaringan kerja pribadi dan ikatan kekerabatan. Namun demikian beberapa dkd masa pemerintah Muawiyyah, tidak terlepas dari berbagai bentuk perselisihan, seperti warga madinah menetang Quraisy lantaran mnerampas kedudukan mereka, kalagan Syia’ah mengingiinkan jabatan Khilafah dan sebagainya, akan tetapi berkat kecakapan pribadinya serta kekuatan militernya muawiyyah mampu mengatasinya.[13]
Baca : Ketrampilan Dasar Guru
Kemajuan pada masa Abdul Malik dan Masa Al-Walid
Aspek pertama dari kebijakan Abdul Malik setelah berhasil meghancurkan musuh-musuh Bani Umayyah adalah demiliterisasi Arab pada beberapa perkampungan militer di Irak. Sejak itu, militer Syuriah menggantikan kedudukan militer Irak yang bermula dari sebuah perkampungan militer yang dibagun di Al-Wasith.
Kemajuan pada Masa Umar bin Abdul Aziz
Selama pemerintahannya memperlihatkan kemajuan di berbagai aspek, umar memberikan hak untuk ikut berperan aktif di dalam diwan-diwan kepada seluruh pasukan muslim yang aktif, baik Arab maupun non-Arab.
Umar menyadari bahwa dominasi sebuah etnis terhadap etnis lain adalah suatu anakrronistik, oleh karena itu antagonisme antara Arab dan non Arab segera ia hapuskan dan menjadikannya sebuah kesatuan muslim yang universal.[14]
4. PRESTASI YANG DICAPAI MASA BANI UMAYYAH
Berikut prestasi-prestasi Dinasti Umayyah berdasarkan bidangnya masing-masing:
1. Bidang Politik
Dalam bidang politik, Bani Umayyah menyusun tata pemerintahan yang sama sekali baru. Guna untuk memenuhi tuntutan perkembangan wilayah dan administrasi kenegaraan yang semakin komplek. Selain mengangkat majelis penasehat. Khalifah Bani Umayyah dibatu oleh beberapa orang ‘Al-Kuttab ( sekretaris) untuk membantu dalam pelaksanaan tugas, yang meliputi:
a) Katib ar-Rasail, sekretaris yang bertugas menyelenggarakan administrasi dan surat menyurat dengan para pembesar setempat
b) Katib al-Kharaj, sekretaris yang bertugas menyelenggarakan penerimaan dan pengeluaraan negara.
c) Katib al-Jundi, sekretaris yang bertugas menyelenggarakan segala hal yang berkaitan dengan ketentaraan.
d) Katib asy-Syurtah, sekretaris yang bertugas sebagai pemeliharaan keamanan dan ketertiban umum.
e) Katib al-Qudat, sekretaris yang menyelenggarakan tertib hukum melalui badan-badan peradilan dan hukum setempat.
2. Bidang Kemiliteran
Kemajuan masa pemerintahan Bani Umayyah yang paling menonjol adalah di bidang kemiliteran. Selama peperangan dengan militer Romawi Pasukan Arab mengambil teknik kemiliteran mereka dan memadukannya dengan sistem pertahanan yang telah dimiliki sebelumnya. Pasukan islam mendirikan tenda-tenda terdiri dari 2-4 pintu dengan perlindungan benteng dan parit. Kekuatan pasukan Dinasti Umayyah ini telah mencatat sukses besar dalam tugas-tugas ekspansi. Kemajuan kekuatan militer pada masa ini juga ditandai dengan terbentuknya angkatan laut Islam oleh Muawiyyah. Ia mengarahkan para pakar kelautan untuk merancang pembuatan galangan perkapalan di pantai Syiria.
3. Bidang Perkembangan Ilmu
Pada masa Dinasti Umayyah ini terdapat beberapa ilmu yang berkembang diantaranya:
a. Pengembangan bahasa Arab
Para penguasa Dinasti Umayyah memperkuat kepemimpinannya dengan mengembangkan bahasa Arab diseluruh wilayah kerajaan Islam. Upaya tersebut dilakukan dengan menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa resmi dalam tata usaha negara dan pemerintahan sehingga pembukuan dan surat-surat harus menggunakan bahasa Arab.
b. Ilmu Qira’at
Ilmu Qira’at adalah ilmu seni baca Al-Qur’an. Ilmu ini merupakan ilmu syariat tertua yang mulai dikembangkan pada masa khulafarasyidin. Pada dinasti ini lahir para ahli Qira’at ternama salah satunya Abdullah bin Qusair dan ‘Ashim bin Abi Nujum.
c. Ilmu Tafsir
Salah satu perkembangan ilmu tafsir pada masa ini yakni dibukukannya ilmu tafsir oleh Mujahid bin Jabbar.
d. Ilmu Hadits
Ketika kaum muslimin telah berusaha memahami al-Qur’an mereka juga mengeluti hadist-hadist Rasulullah. Sehingga timbullah usaha untuk mengumpulkan hadits, meneliti asal usulnya, sehingga akhirnya menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri yang dinamakan ilmu Hadits. Diantara ahli hadits yang terkenal pada masa ini yakni al-Auzi Abdurrahman bin Amru, Hasan Basri, Ibnu Abu Malikah, Asya’bi Abu Amru Amir bin Syurahbil.
e. Ilmu Fiqih
Pada awal mulanya perkembangan ilmu fiqih didasari pada dibutuhkannya adanya peraturan-peraturan sebagai pedoman dalam menyelesaikan berbagai masalah. Al-Qur’an dan Hadits dijadikan sebagai dasar fiqih Islam. Diantara ahli fiqih yang terkenal adalah Sa’ud bin Musib, Abu Bakar bin Abdurrahman, Qasim bin Ubaidillah, Urwah, dan Kharijah.
f. Ilmu Nahwu
Dengan meluasnya wilayah islam dan didukung dengan adanya upaya arabisasi maka ilmu tata bahasa Arab sangat dibutuhkan. Sehingga dibukukannlah ilmu Nahwu dan menjadi salah satu ilmu yang penting untuk dipelajari. Salah satu tokoh yang legendaris adalah Abu al-Aswad al-Du’ali yang berasal dari Baghdad. Salah satu jasa dari al-Du’ali adalah menysun gramatika arab dengan memberikan titik pada huruf-huruf hijaiyyah yang semula tidak ada.
g. Usaha Penterjemahan
Pada masa ini dimulai usaha penterjemahan buku-buku ilmu pengetahuan dari bahasa-bahasa lain kedalam bahasa arab. Ini merupakan rintisan pertama dalam penerjemahan buku yang kemudian dilanjutkan dengan berkembang pesat pada masa Dinasti Abbasiyyah. Buku-buku yang diterjemahkan pada masa ini meliputi buku-buku tentang ilmu kimia, ilmu astronomi, ilmu falak, ilmu fisika, ilmu kedokteran, dan lain-lain.
5. MASA KEMUNDURAN BANI UMAYYAH
Meskipun kejayaan telah diraih oleh Bani Umayyah ternyata tidak bertahan lebih lama, dikarenakan kelemahan-kelemahan internal dan semakin kuatnya tekanan dari pihak luar.
Menurut Dr. Badri Yatim, ada beberapa faktor yang menyebabkan Dinasti Umayyah lemah dan membawanya pada kehancuran, yaitu sebagai berikut:
1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah suatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebuh menentukan aspek senioritas, pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan pergantian sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat dikalangan anggota keluarga istana.
2. Latar belakang terbentuknya Dinasti Umayyah tidak dapat dipisahkan dari berbagai konflik politik yang terjadi di masa Ali bin Abi Thalib. Sisa-sisa Syi’ah dan Khawarij terus terjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Dinasti Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
3. Pada masa kekuasaan Dinasti Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qais) dan Arab Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam semakin runcing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Dinasti Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Di samping itu, sebagian besar golongan Timur lainnya merasa tidak puas karena status Mawali itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperhatikan pada bangsa Bani Umayyah.
4. Lemahnya pemerintah Daulah Dinasti Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah dilingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Di samping itu, sebagian besar golongan awam kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.
5. Penyebab langsung runtuhnya kekuasaan Dinasti Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas bin Abbas al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi’ah, dan Kaum Mawali yang merasa di kelas duakan oleh pemerintah Bani Umayyah. Beberapa penyebab tersebut muncul dan menumpuk menjadi satu, sehingga akhirnya mengakibatkan keruntuhan Dinasti Umayyah, disusul dengan berdirinya kekuasaan orang-orang Bani Abbasiyyah yang mengejar-mengejar dan membunuh setiap orang dari Dinasti Umayyah yang dijumpainya.
Demikianlah, Dinasti Umayyah pasca wafatnya Umar bin Abdul Aziz yang berangsur-angsur melemah. Kekhalifaan sesudahnya dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh yang melemahkan dan akhirnya hancur. Dinasti Bani Umayyah diruntuhkan oleh Dinasti Bani Abbasiyyah pada masa khalifah Marwan bin Muhammad pada tahun 127 H/744 M.
Baca : Konsep Psikologi Pendidikan
KESIMPULAN
Dinasti Bani Umayyah berlangsung kurang lebih 90 tahun. Ibu kota Negara dipindahkan oleh Muawiyyah dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa sebagai gubernur sebelumnya.
Nama Dinasti Bani Umayyah dinisbatkan kepada Umayyah bin Abd Syams bin Abdu Manaf. Ia adalah seorang tokoh penting di tengah Quraisy pada masa jahiliyyah. Ia dan pamannya Hasyim bin Abdu Manaf selalu bertarung dalam memperebutkan kekuasaan dan kedudukan.
DAFTAR PUSTAKA
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. 1997. Ensiklopedi Islam. Jilid 5.Cet. 4. Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve.
Lapidus, Ira. M. 2000. A History of Islamic Societies, Penerjemah: Ghufron A. Mas'adi. Sejarah Sosial Umat Islam. Ed. I. Jakarta: PT Raja Grapindo.
Nahdi, A. Saleh. 1994. Lintasan Sejarah Islam. Cet. Pertama. Jakarta: Yayasan Radja Pena.
Nasution, Harun. 1986. Teologi Islam: Aliran-aliran, Sejarah Analisa dan Perbandingan. Cet. 5. Jakarta: UI Press.
Yatim, Badri. 1996. Sejarah Peradaban Islam. Cet. 4. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
[1] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam. Cet. 4.1996,(Jakarta:PT.RajaGrafindo Persada), hal-40.
[2] Nahdi, Lintasan Sejarah Islam. Cet. 1. 1994,(Jakarta:Yayasan Raja Pena), hal-48.
[3]Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jilid 5, Cet 4 ,1997 (Jakarta:Ichtiar Baru van Hoeve), hal-130.
[4] Nasution, Teologi Islam:Aliran-aliran,Sejarah Islam, dan Perbandingan, Cet.5. 1986(Jakarta: UI Press), hal-52
[5] Nasution, Teologi Islam:Aliran-aliran,Sejarah Islam, dan Perbandingan, Cet.5. 1986(Jakarta: UI Press), hal-56.
[6] Munir, Sejarah Peradaban Islam, 123.
[7] Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya Ed Rev, 2005(Bandung:Rosdakarya)hal-174
[8] Ibid, 175.
[9] Munir, Sejarah Peradaban Islam. Hal-124
[10] Munir,Sejarah Peradaban Islam, hal-126
[11] Ibid, 127
[12] Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, hal-195
[13] Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, hal 87-88
[14] Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, hal-96
0 Response to "Makalah Sejarah Peradaban Islam"
Post a Comment